Sabtu, 21 Juni 2008

Beware with What U’re Writing

Hobi setiap orang sudah pasti akan berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing. Namun, siapa nyana jika sebagian besar para pelamar kerja, mencantumkan hobinya di Curriculum Vitae dengan tulisan “membaca”. Nah, apakah mereka sudah pasti punya minat yang sama dengan apa yang tertulis? Itu urusan masing-masing. Tapi, hati-hati saja jika ternyata apapun yang Anda tuliskan di Curriculum Vitae akan selalu ditanyakan secara mendetail oleh pihak perusahaan, khususnya interviewer. Oleh sebab itu, jangan terlampau mudah, apalagi sembarangan ketika menulis daftar riwayat hidup.




Seperti kejadian salah satu temenku yang pernah mengikuti interview di salah sebuah perusahaan. Katakanlah, namanya “X”. Dia sangat menyukai fotografi. Tanpa diduga, hobinya tersebut bakal menjadi batu sandungan yang lumayan menyulitkan ketika ditanya interviewer. Simak berikut ini :“Apa hobi Anda?” tanya interviewer.“Hobi saya fotografi, Pak.” Jawab X.“Sejak kapan punya hobi seperti itu?” tanya interviewer lagi.


“Wah, sudah lama, Pak. Sejak SMA.”


“Berarti sudah lumayan berpengalaman ya?”


“Ya...” nada suara gamang, tidak begitu jelas.


“Biasanya foto dimana?”


“Biasanya di gunung sambil menunggu sunset,” kata X lagi.“Yang lainnya?”


“Di manapun, cari angle yang menarik.”


“O, begitu. Terus, pakai kamera apa?”


“Pakai kamera SLR.”


“Bukaan berapa? Ukuran lensanya berapa? Diafragmanya gimana?”


pertanyaan bertubi-tubi.


“....” diam sejenak.


“Bagaimana?”


“Hm, kalau tidak salah sih...ukurannya 6..” jawabnya ragu-ragu.


Suasana hening.


Kemudian, langsung lanjut dengan pertanyaan yang sama sekali tidak berkaitan dengan minat, apalagi bakat. Hehe, mengerikan ya? Sebenarnya, tidak juga. Hal, ini tergantung pada apa yang Anda tuliskan. Sekali lagi, yang Anda tuliskan. Saya juga akan menceritakan pengalaman teman saya tentang apa yang sudah dituliskan.

Namun, kali ini tidak ada kaitannya dengan minat maupun hobinya. Sebut saja namanya “N”. Ia menuliskan tentang apa yang tidak disukainya, yakni deadline. Saat itu, ia menjalani sesi interview di salah sebuah perusahaan TV swasta terkenal di negeri ini.“Anda menuliskan, hal yang paling tidak disukai itu deadline. Benar begitu?” tanya interviewer.“Benar, Pak.” Jawab N sambil mengangguk.“Padahal, seperti Anda ketahui, perusahaan kami akan selalu berbenturan dengan deadline. Dan, setiap pekerjaan yang ada, harus selalu dipertanggungjawabkan secara tepat waktu. Tentunya, hal itu tidak terlepas dengan yang namanya deadline. Bagaimana pendapat Anda akan hal ini?”“...”teman saya diam sejenak, menata nafas. Dalam hatinya, “Waduh, kena kamu.”


Lanjutnya, “Maksud saya ialah saya tidak suka dengan deadline jika tidak sesuai dengan kemampuan saya. Namun, saya tetap mengerahkan seluruh kemampuan saya seoptimal mungkin. Jika terkena deadline, saya memang kurang mampu bekerja secara total. Bagaimanapun, apa yang saya kerjakan tetap akan saya pertanggungjawabkan dengan baik.” N menjawab diplomatis.Interviewer mengangguk-angguk saja.“Dengan demikian Anda menegaskan tidak suka deadline, kan?”Teman saya terdiam, tanpa mengangguk atau mengiyakan.(Perhatian : Wawancara di atas sudah melalui modifikasi dan improvisasi dengan sedikit perubahan).Mau menjawab toh juga sudah menjawab, mau mengeles (ini bahasa Indonesianya apa?) toh juga sudah tertulis. Jadi, ia memegang teguh pepatah “Silent is Gold”.


Hehe, aku pun jika berada dalam posisinya juga akan berbuat hal serupa. Tujuannya, untuk meminimalisir kesalahan yang diperbuat. Terus terang, terkadang kita belum mampu memperkirakan hal apa saja yang terjadi jika kita menuliskan hal yang seperti ini. Sebab, semuanya belum terbayang sama sekali. Seiring waktu akan semakin banyak pengalaman yang terjadi sehingga kita akan makin awas serta waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Biasanya, dengan banyak pengalaman juga kita malah akan mampu membaca pikiran interviewer untuk menebak apa saja yang akan ditanyakan.

Istilahnya, Practice makes perfect. Berbincang-bincang dengan rekan sesama pelamar juga akan memberikan masukan yang positif dan konstruktif agar kita menjadi lebih siap dan pe-de. Kuncinya, memang kita harus mempertanggungjawabkan apa saja yang sudah kita tuliskan. Sama halnya dengan sewaktu ujian skripsi bagi yang sudah menjalaninya, atau mungkin seminar hasil atau proposal. Sama saja. Bedanya, interview itu memerlukan sesuatu hal ‘lebih’ dari Anda sebagai calon pegawai yang akan di-hire oleh perusahaan. Apa yang mau Anda ‘jual’?


Kemampuan yang seperti apa? Jangan sampai Anda tidak bertanggungjawab dengan Curriculum Vitae, atau malah membohongi. Seperti, menulis pandai komputer program Minitab ataupun Adobe Illustrator atau Auto Cad atau Catia, contohnya. Tetapi, ketika dites, Microsoft Office Excel saja masih perlu waktu untuk mengoperasikan. Hehe, sebenarnya saya juga takut dengan hal ini. Makanya, sebelum melamar, asahlah dulu kemampuan Anda. Klasifikasikan juga mana yang sesuai dengan Anda. Jika melamar ke perusahaan yang berkaitan dengan teknologi pangan, seperti PT GarudaFood, atau PT Indofood Sukses Makmur, atau PT Nestle, bidang Quality Control atau Research and Development, sertifikat yang mendukung juga perlu dicantumkan, seperti pernah menjadi asisten Laboratorium Rekayasa dan Sistem Produksi. Yang lainnya, pernah mengikuti seminar nasional “Teknologi Pangan”, kuliah tamu “Teknologi Fermentasi”, short course “Halal dan Hygiene Food”.


Atau jika pernah mengikuti pelatihan ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, HACCP, dan lain-lain. Jujur, yang terakhir ini saya belum punya. Jadi, untuk sementara belum bisa saya lampirkan.Ataupun, jika Anda tertarik melamar ke perusahaan PT HM Sampoerna, PT Bentoel, PT Aneka Kompos Bagas, bidang manajemen, silakan juga sertakan sertifikat yang berhubungan. Seperti pernah menjabat sebagai asisten Laboratorium Manajemen dan Sistem Industri, atau pernah mengikuti kuliah tamu “Teknologi Informatika”-nya Onno W. Purbo, atau sempat ikut kursus desain grafis atau program MYOB, semuanya saling bersinergi dan bisa mendukung. Dan, ketika melamar ke bank Mega Internasional, BNI ’46, BRI, BTN Syariah, jangan lupa sertakan sertifikat pernah mengikuti kursus Bank Syariah (kalau ikut), dan lain-lain.


Yang jelas, jangan sampai terbalik. Ketika hendak melamar bidang QC, ternyata hanya melampirkan sertifikat pernah mengikuti seminar nasional, itupun berkaitan dengan Kependudukan, misalnya plus asisten Sistem dan Teknologi Informasi. Tetap akan dipertimbangkan, hanya memang bukan prioritas yang utama. Bisa jadi diurutkan menjadi kedua terakhir dari seribu lima ratus surat yang masuk. Hal ini, tentu saja bisa dilakukan pengecekan sebelum mengirim surat. Dan, jangan terlampau banyak melampirkan piagam atau sertifikat yang dimiliki. Cukup yang utama saja. Jangan sampai perusahaan mengira Anda seperti mengirim bundel majalah yang baru saja dijilid.


Hehe...Nanti eman-eman kalau dikiloin..Mengirim via internet alias e-mail juga perlu teknik tersendiri. Banyak sekali tips dan trik yang bisa Anda dapat dari mengunduh internet. Sebelumnya, uraikan surat lamaran kerja Anda pada badan surat elektronik. Nah, biasanya tinggal attachment yang berjumlah lima file. Pertama, lampirkan curriculum vitae Anda yang sudah diberi foto berwarna Anda berpakaian jas rapi. Kedua, scan ijasah terakhir Anda. Ketiga, scan transkrip nilai Anda. Keempat, sertifikat paling bernilai buat Anda. Kelima, piagam penghargaan yang paling bagus buat Anda. Perhatikan juga ketentuan tentang maksimal kapasitas file yang biasanya tertulis di lowongan kerja. Biasanya sih tidak lebih dari 100 kb, sebab jika terlampau banyak, download file menjadi lebih lama sehingga perusahaan akan malas membukanya. Oya, tiba-tiba ingat lagi. Teman saya pernah mengirim file Word 2007. Ternyata, ia baru sadar, Word 2007 tidak bisa dibuka pada Word 2003. Harap diingat, hampir seluruh perusahaan saat ini masih mempergunakan Microsoft Office 2003. Jadi, jangan coba-coba, biar terlihat keren pakai Word 2007, eh..tak tahunya malah tidak bisa dibaca.


Begitu sekelumit tips yang bisa Anda coba terkait dengan pengiriman via email. Kembali masalah pengalaman teman-teman saya yang di atas. Demikianlah pengalaman teman-teman saya tentang apa yang sudah dituliskan dan pengalaman ketika mengirimkan surat lamaran kerja. Mungkin, masih banyak pengalaman Anda ketika berhadapan dengan interviewer, lalu ditanya macam-macam. Dan, sudah banyak juga pengalaman Anda ketika mengirimkan surat lamaran kerja, baik menggunakan e-mail atau via pos. Semuanya akan menjadi pengalaman yang sangat berharga, terlebih dengan cara belajar dari pengalaman orang lain. Satu lagi, jika ada perusahaan yang menyediakan alamat e-mail, sebaiknya memang menggunakan fasilitas tersebut, selain lebih irit, juga efisien, cepat dan mudah.


Tidak perlu banyak ongkos. Jika tidak diberikan fasilitas alamat email, melainkan PO BOX serta alamat perusahaan, pengiriman via pos tetap yang utama. Hanya saja, jangan lupa, perhatikan sungguh-sungguh profil perusahaan dan posisi yang Anda apply, sebelum mengirimkan surat lamaran kerja. Hal itu untuk menghindari sesuatu terjadi di luar dugaan sehingga meminimalisir hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang Anda inginkan.